Minggu, 28 April 2013

TINJAUAN TENTANG PERATURAN DAERAH (1)


TINJAUAN TENTANG PERATURAN DAERAH (1)

Menurut Van Der Tak dalam Aziz Syamsudin, peraturan perundang-undangan merupakan hukum tertulis yang dibuat oleh pejabat yang berwenang, berisi aturan-aturan tingkah laku yang bersifat abstrak dan mengikat umum.[1]
Istilah perundang-undangan (legislation atau gesetzgebung) mempunyai dua pengertian yang berbeda, yaitu:
1)      Perundang-undangan sebagai sebuah proses pembentukan atau proses membentuk peraturan-peraturan negara, baik di tingkat pusat maupun di tingkat daerah;
2)      Perundang-undangan sebagai segala peraturan negara, yang merupakan hasil proses pembentukan peraturan-pearaturan, baik di tingkat pusat maupun ditingkat daerah.
Sedangkan ihwal definisi dari perudang-undangan menurut Undang-Undang No. 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan yakni :
“peraturan tertulis yang memuat norma hukum yang mengikat secara umum dan dibentuk atau ditetapkan oleh lembaga atau pejabat yang berwenang melalui prosedur yang ditetapkan dalam Peraturan Perundang-udangan”.[2]

Dalam UU No. 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan, Pasal 7 menyebutkan bahwa jenis dan hirarkhi Peraturan Perundang-undangan di Indonesia terdiri atas:
1.      Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
2.      Ketepatan Majelis Permusyawaratan Rakyat;
3.      Undang-Undang/Peraturan Pemerintah Penggati Undang-Undang;
4.      Peraturan Pemerintah;
5.      Peraturan Presiden;
6.      Peraturan Daerah Provinsi; dan
7.      Peraturan Daerah Kabupaten/Kota.
Dalam tataran pemerintahan local, aspek hukum dalam penyelenggaraan Pemerintah Daerah di era otonomi merupakan salah satu aspek yang sangat terkait dengan keseluruhan aktifitas penyelenggaraan Pemerintah Daerah. Pemerintah Daerah, dengan hubungan kemitraan antara DPRD selaku Badan Legislatif Daerah dengan Kepala Daerah beserta jajarannya selaku Lembaga Eksekutif Daerah, tercermin dari produk hukum yang dihasilkan, yakni berupa Peraturan Daerah baik pada tingkat Provinsi maupun Kabupaten/Kota.
1.      Pengertian Peraturan Daerah
Menurut Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, peraturan daerah adalah peraturan perundang-undangan yang dibentuk bersama antara DPRD dengan Kepala Daerah baik di Provinsi maupun Kabupaten/Kota. Sedang di dalam UU No 12 Tahun 2011 yang terdapat dua pengertian tentang peraturan daerah, yakni peraturan daerah provinsi dan peraturan daerah kabupaten/kota. Peraturan daerah provinsi adalah peraturan perundang-undangan yang dibentuk oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi dengan persetujuan bersama Gubernur. Sedang peraturan daerah Kabupaten/Kota adalah peraturan perundang-undangan yang dibentuk oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten/Kota dengan persetujuan bersama Bupati/Walikota.
Dalam Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 Pemerintahan Daerah, peraturan daerah di bentuk dalam rangka penyelenggaraan otonomi daerah Provinsi/Kabupaten/Kota dan tugas pembantuan serta merupakan penjabaran lebih lanjut dari peraturan perundangan yang lebih tinggi dengan memperhatikan ciri khas masing-masing daerah.
Peraturan daerah sebagai salah satu bentuk perturan perundang-undangan merupakan bagian dari pembangunan sistem hukum nasional. Peraturan daerah yang baik dapat terwujud apabila didukung oleh metode dan standar yang tepat sehingga memenuhi teknis pembentuka peraturan perundang-undangan, sebagaimana diatur dalam Undang-Undang No. 12 Tahun 2011.
2.      Landasan-Landasan Pembentukan Peraturan Daerah
Sebagai salah satu jenis peraturan perundang-undangan di Indosesia, peraturan daerah dalam pembentukannya tunduk pada sas maupun teknik dalam penyusunan perundang-undangan yang telah ditentukan. Hal yang sangat penting dalam pembentukan peraturan perundang-undangan diantaranya adalah menyangkut tentang landasannya. Landasan yang dimaksud disini aadalah pijakan, alasan atau latar belakang mengapa perundangan-undangan itu harus dibuat.
Menurut Bagir Manan ada 4 Landasan yang digunakan dalam menyususn perundang-undangan agar menghasilkan perundang-undnagan yang tangguh dan berkualitas.[3]
a)      Landasan yuridis
Yakni ketentuan hukum yang menjadi dasar kewenangan (bevoegheid, competentie) pembuat peraturan perundang-undangan. Apakah kewenangan pejabat atau badan mempunyai dasar hukum yang ditentukan dalam perundang-undnagan atau tidak. Hal ini sangat penting untuk disebutkan dalam perundang-undangan karena seorang pejabat/suatu badan tidak berwenang (onbevogheid) mengeluarkan aturan.
Landasan ini dibagi menjadi dua:
1)      Dari segi formil landasan ini memberikan kewenangan bagi instansi tertentu untukmembuat peraturan tertentu
2)      Dari segi materiil sebagai dasar hukum untuk mengatur hal-hal tertentu
Landasan yuridis dari penyusunan peraturan perundang-undangan meliputi 3 hal:
1)      Kewenangan dari pembuat perundang-undangan
2)      Kesesuaian bentuk dan jenis perauran perundang-undangan dengan materi yang diatur
3)      Keharusan mengikuti tata cara tertentu pembuatan perundang-undangan
Dalam suatu perundang-undangan landasan yuridis ini ditempatkan pada bagian konsideran “mengingat”
b)      Landasan Sosiologis
Yakni satu peraturan perundang-undangan yang dibuat harus dapat dipahami oleh masyarakat sesuai dengan kenyataan hidup. Ini berarti bahwa hukum yang dibentuk harus sesuai dengan hukum yang hidup (the living law) dalam masyarakat.[4]
Dalam kondisi demikian inilah maka perundang-undangan tidak mungkin lepas dari gejala-gejala sosial yang ada di masyarakat. Dengan melihat kondisi sosial yang terjadi dalamasyarakat dalam rangka penyususnan suatu perundang-undnagnan maka tidak begitu banyak lagi pengarahan institusi kekuasaan dalam melaksanakannya.
c)      Landasan Filosofis
Yaitu dasar filsafat atau pandangan atau ide yang menjadi dasar sewaktu menuangkan hasrat dan kebijakan (pemerintah) ke dalam suatu rencana atau draft peraturan negara. Suatu rumusan perundang-undnagan harus mendapat pembenaran (recthvaardiging) yang dapat diterima dan dikaji secara filosofis. Pembenaran itu harus sesuai dengan cita-cita dan pandangan hidup maysarakat yaitu cita-cita kebenaran (idée der waarheid), cita-cita keadilan (idée der grerecthsigheid) dan cita-cita kesusilaan (idée der eedelijkheid).[5]
Dengan demikian perundang-undangan dikatakan mempunyai landasan filosofis (filosofis grondflag) apabila rumusannya mendapat pembenaran yang dikaji secara filosofis. Dalam konteks negara Indonesia yang menjadi indul dari landasan filosofis ini adalah pancasila sebagai suatu sistem nilai nasional bagi sistem kehidupan bernegara.
d)     Landasan Politis
Yakni garis kebijakan politik yang menjadi dasar selanjutnya bagi kebijakan dan pengarahan ketatalaksanaan pemerintahan negara, hal ini dapat diungkapkan pada garis politik seperti pada saat ini tertuang pada Program Legislasi Nasional (Prolegnas) maupun Program Legislasi Daerah (Prolegda), dan juga kebijakan Program Pembangunan Nasioal (Propenas) sebagai arah kebijakan pemerintah yang akan di laksanakan selama pemerintahannya ke depan. Ini berarti memberi pengarahan dalam pembuatan peraturan perundang-undangan yang akan dibuat oleh badan atau pejabat yang berwenang.
Selain landasan tersebut diatas masih ada beberapa landasan yang dapat digunakan diantaranya, landasan ekonomis, ekologis, cultural, religi, administratif dan teknis perencanaan yang tidak boleh diabaikan dalam upaya membuat peraturan perundang-undngan yang baik di semua tingkatan pemerintah.



[1] Van Der Tak dalam Aziz Syamsudin, 2011,  Proses dan Teknik Perundang-Undangan, Jakart: Sinar Garfika, hlm 13.
[2] UU No.12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan
[3] Bagir Manan dalam W. Riawan Tjandra dan Kresno Budi Harsono, 2009,  Legislatif Drafting Teori dan Teknik Pembuatan Peraturan Daerah, Yogyakarta: Universitas Atmajaya.
[4] Rosyidi Ranggawidjaja dikutip oleh Soimin, 2010, Pembentkan Peraturan Negara Di Indonesia.
[5] Budiman NPD , 2005 ,Ilmu Pengantar Perundang-Undnagan UII press Yogyakarta, hlm 33.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar